Wednesday, June 4, 2014

retorika da'wah

Nama   : Zaim amaly
Studi   : Retorika
Pembimbing    : Ust. Drs. H. Mujiono, M.Pd.I
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
اسلام عليكم و رحمة الله و بركاته
إِنَّ الْحَمْدَ لِلّهُ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهُ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَ مِنْ سَيّأَتِ أَعْمَالِنَا
مَنْ يّهْدِاللهُ فَلَامُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَاهَادِيَ لَهُ. أشهد أن لاإله إلاالله و أشهد أن محمدا عبده ورسوله.صلى الله عليه وعلى أله وأصحا به وسلم.
قال الله تعلى  
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãYtB#uä (#qà)®?$# ©!$# ¨,ym ¾ÏmÏ?$s)è? Ÿwur ¨ûèòqèÿsC žwÎ) NçFRr&ur tbqßJÎ=ó¡B ÇÊÉËÈ
$pkšr'¯»tƒ â¨$¨Z9$# (#qà)®?$# ãNä3­/u Ï%©!$# /ä3s)n=s{ `ÏiB <§øÿ¯R ;oyÏnºur t,n=yzur $pk÷]ÏB $ygy_÷ry £]t/ur $uKåk÷]ÏB Zw%y`Í #ZŽÏWx. [ä!$|¡ÎSur 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# Ï%©!$# tbqä9uä!$|¡s? ¾ÏmÎ/ tP%tnöF{$#ur 4 ¨bÎ) ©!$# tb%x. öNä3øn=tæ $Y6ŠÏ%u ÇÊÈ 

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah
            Marilah kita bersama-sama selalu mengucapkan rasa syukur kita kepada Allah, yang selalu memberikan nikmat-Nya kepada kita sekalian. Yakni nikmat kesehatan dan kesempatan, yang dengan kedua nikmat tersebut kita dapat menjalankan apa yang diperintahkan Allah. Dan memohon pertolongan, petunjuk, serta berlindung kepada-Nya dari kejahatan dan keburukan kita. Barang siapa yang diberikan petunjuk oleh Allah maka tidak ada yang dapat menyesatkannya, dan barang siapa yang diberikan kesesatan oleh Allah maka tidak ada yang dapat member petunjuk baginya.
            Shalawat dan salam kita haturkan kepada junjungan serta teladan kita nabi Muhammad Saw dan kepada keluarga serta para sahabat-sahabat beliau juga juga orang yang mengikuti mereka dengan baik hingga hari kiamat, dan insyaallah termasuk kita sekalian.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah
Selayaknya kita selalu  ber-muhasabah, menghitung-hitung diri dan hati kita masing-masing, sudahkah keduanya kita tata sedemikian rupa hingga menambah nilai ketakwaan kita kepada-Nya. Hati ini harus selalu kita jaga, jangan sampai rusak terkena penyakit. Karena penyakit hati susah untuk diobati, namun demikian insyaallah mudah dihindari. Dan bila terasa diri ini banyak dosa segeralah minta ampunan kepada-Nya dengan memperbanyak dzikir, agar kita menjadi suci kembali. Karena Dialah Allah Tuhan yang Maha Suci yang sangat menyukai kesucian. Maka hendaknya kita senantiasa dalam kondisi suci, baik suci lahir maupun bathin.[1]
þÎTrãä.øŒ$$sù öNä.öä.øŒr& (#rãà6ô©$#ur Í< Ÿwur Èbrãàÿõ3s?
“ingatlah kepada-Ku niscaya Aku ingat kepadamu.”(QS. al-Baqarah ayat 152)[2]                                           
Ayat di atas mengingatkan kita bahwa dalam setiap tarikan nafas dan kesadaran manusia sebaiknya selalu menempatkan Allah sebagai pelabuhan terakhir. Yang  berarti manusia dapat mengingat Allah di mana saja dan kapan saja selama ia masih berada di atas bumi-Nya. Kita pun sering melihat bermacam-macam ekspresi manusia dalam mengingat Allah; menangis, berdiam diri, dan berkata-kata.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah
 Dalam konteks ini umat Islam tidak pernah lepas dari tiga hal; “Doa” (permintaan kepada Allah); “Wirid” (bacaan tertentu untuk mendapatkan ‘aliran’ dari Allah); dan “Dzikir”, yaitu segala gerak gerik dan aktivitas yang berobsesi taqarrub kepada Allah. Termasuk juga Dzikir adalah melafadzkan kata-kata tertentu. Dzikir sangat penting karena ia merupakan langkah pertama tapakan cinta kepada Allah. Dzikir merupakan bentuk komitmen dan kontinuitas untuk meninggalkan segala hal yang berbentuk kelupaan kepada Allah dan memasuki wilayah musyahadah (persaksian), mengalahkan rasa takut bersamaan dengan rasa kecintaan yang mendalam. Dzikir dapat dimaknai juga dengan ‘berlindung kepada Allah.’ Atau secara sederhana dapat dikatakan bahwa dzikir itu mengingat Allah, yang dapat dilakukan dengan diam-diam atau bersuara.[3].
Selain itu dalam kita berdzikir kepada Allah dinjurkan untuk mengingat Allah dengan sebanyak-banyaknya. Tidak seperti amal perbutan yang lainya, yang diperintahkan dalam syariat agama tidak boleh melakukannya dengan sebanyak-bayaknya tanpa ada tuntunan dalam agama. Sebagaimana firman Allah dalam surat  Al-Ahzaab :41
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#râè0øŒ$# ©!$# #[ø.ÏŒ #ZŽÏVx.
“Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya”.[4]
Dzikir itu ada dua macam; pertama, dzikr bi al-lisan, yaitu mengucapkan lafadz-lafadz (redaksi) yang dapat menggerakkan hati untuk  mengingat Allah. Dzikir dengan pola ini dapat dilakukan pada saat-saat tertentu dan tempat tertentu pula. Misalnya, berdzikir di masjid pada saat selepas salat. Kedua, dzikr bi al-qalb, yaitu keterjagaan hati untuk selalu mengingat Allah. Dzikir ini dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja. Jadi tidak ada pembatasan ruang dan waktu. Pelaku sufi lebih mengistimewakan dzikr bi al-qalb karena implikasinya yang hakiki. Meskipun demikian, dzakir (seseorang yang berdzikir) dapat mencapai kesempurnaan apabila ia mampu berdzikir dengan lisan sekaligus dengan hatinya.  Meskipun secara global terdapat dua kutub dzikir, namun dalam realitasnya terdapat tujuh jenis dzikir, pertama, dzikr bi al-lisan (pengucapan dan bersuara), dzikr al-nafs (tanpa suara dan terdiri atas gerak dan rasa di dalam), dzikr al-qalb (perenungan hati), dzikr al-ruh (tembus cahaya dan sifat-sifat ilahiah), dzikr al-sirr (penyingkapan rahasia ilahi), dzikr al-khafy (penglihatan cahaya keindahan), dan zikr akhfa’ al-khafy (penglihatan realitas kebenaran Yang Mutlak). [5]
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah
Yang tidak kalah pentingnya, bahwa dzikir tidak menuntut seseorang untuk memahami konteks. Dzikir hanya memerlukan arahan seorang guru. Maka dzikir yang efektif adalah dzikir yang diilhami dengan tepat oleh seorang guru ruhani dan selalu dalam pantauannya. Hal ini secara sederhana dan praksis dapat kita saksikan dalam ranah tradisi pesantren. Di kalangan santri, dzikrullah biasanya diawali dengan zikr bi al-lisan, yaitu mengucapkan redaksi tertentu secara  khusyu’ (konsentrasi), istiqamah (kontinuitas) dan thuma’ninah (stabil). Mula-mula zikr bi al-lisan dilakukan sebagai bagian dari ritual keagamaan, misalnya mengucapkan lafadz “subhanallah al-adzim”[6]
Sebagaimana sabda Rasulullah Swa: “Barangsiapa yang mengucapkan : subhanallah al-adzim wa bihamdihi”.
“Maha suci Allah yang maha agung dengan segala puji bagi-Nya”, akan ditanamkan baginya sebuah pokok kurma di jannah. Diriwayatkan oleh Muslim[7].
Pada tahap awal pengucapan dzikir memang terasa sebatas lisan. Meskipun demikian hal ini bukanlah sesuatu yang buruk. Hanya saja seseorang perlu meningkatkan kualitas dzikirnya hingga benar-benar mengantarkannya pada kondisi persaksian atas kesucian dan keagungan Allah. Kontinuitas dzikir mampu membawa manusia pada satu tahapan dimana persaksian terhadap Allah memenuhi wilayah qalb (hati). Pada tahap ini dzikir tidak lagi berada di wilayah kesadaran namun juga masuk dalam wilayah ketidaksadaran. Sehingga proses dzikir pun berjalan di kala terjaga, tidur, pingsan, mati suri, bahkan sakaratul maut.[8]

Sebagaimana di singgung di atas bahwa orientasi dzikir adalah penataan qalb. Qalb memegang peranan penting dalam kehidupan manusia karena baik buruk aktivitas manusia sangat bergantung kepada kondisi qalb. Konsepsi dzikir di atas menunjukkan bahwa dzikir merupakan pelatihan hati untuk ber musyahadah kepada Allah.  Musyahadah berarti pengabaian manusia atas perilaku yang destruktif dan kemunculan obsesi untuk menjadi pribadi yang sempurna. Musyahadah inilah makna hidup yang telah lama menghilang dari kehidupan manusia sehingga manusia terperangkap ke dalam berbagai krisis; krisis sosial, krisis struktural dan krisis etika..[9]
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah
Dzikir dapat membimbing seseorang untuk beraktivitas dengan hatinya. Dzikir akan mempersembahkan hati manusia sebagai tempat suci di mana alam semesta menjelma sebagai bukti-bukti kehadiran Allah, kapan saja dan di mana saja.
Demikianlah yang dapat kami sampaikan apabila ada kesalahan kami mohon maaf setulus hati. Sebab kebenaran itu berasal dari Allah, semoga apa yang kami sampaikan bermaaf bagi kita sekalian.

واسلام عليكم و رحمة الله و بركاته
  



[2] Quran in Word ver 1.0.0
[3] http://rohanial-jawi.blogspot.com/2012/01/.
[4] Quran in Word
[5] http://rohanial-jawi.blogspot.com/2012/01/.
[6] Ibid,.                                                                                
[7]said bin Ali bin Wahf Al-Qahthani, Doa & Wirid (Solo: At-Tibyan, 2007), 246.
[8] http://rohanial-jawi.blogspot.com/2012/01/.
[9] Ibid,.  

No comments:

Post a Comment

silahkan berkomentar sebagai saran dan kritik, terimakasih