SHALAT TARAWIH DAN WITIR
Makalah Ini Diajukan Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliyah Ibadah Syar’i MTs/ MA
Dosen Pembimbing :
Drs. Abdul Wahab, MEI
Oleh:
Dany
Al-Aslamy
NIM: 20111550026
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SURABAYA
FAKULTAS AGAMA ISLAM
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Allâh
Ta'ala menutupi kekurangan shalat fardhu dengan shalat-shalat sunnah dan
memerintahkan untuk menjaga dan melaksanakannya secara berkesinambungan. Di
antara shalat sunnah yang diperintahkan untuk dilakukan , yaitu shalat Terawih dan Witir. Dijelaskan oleh Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam dalam sabdanya: “Sesungguhnya Allâh telah menambah untuk
kalian satu shalat, maka jagalah shalat tersebut. Shalat itu ialah Witir. (HR Ahmad
dan dishahîhkan Syaikh al-Albâni dalam Irwa‘ al-Ghalîl, 2/159).
Dan perlu
diketahui bahwa penamaan sholat lail di malam Ramadhan dengan nama Tarawih adalah
penamaan yang sudah lama dan di kenal dikalangan para Ulama tanpa ada yang mengingkari.
Perhatikan bagaimana Imam Al-Bukhary (Wafat tahun 256 H) dalam Shohih-nya menulis
kitab khusus dengan judul Kitab Sholat At-Tarawih dan demikian pula Muhammad
bin Nashr Al-Marwazy (Wafat tahun 294 H) dalam Mukhtashor Qiyamul Lail. Demikian pula disebut oleh
para Ulama lainnya, abad demi abad tanpa ada yang mengingkarinya. Karena itu
alangkah sedikit pemahaman agama sebahagian orang di zaman ini yang mengingkari
penamaan sholat lail di malam Ramadhan dengan nama sholat Tarawih, dan lebih
menakjubkan lagi, ada sebahagian orang tanpa rasa malu menganggap bahwa sholat
Tarawih adalah bid’ah
B. Rumusan Masalah
·
Bagaimana definisi shalat tarawih dan witir?
·
Bagaimana hukum shalat tarawih dan witir?
·
Bagaimana waktu pelaksanaan shalat tarawih dan witir?
·
Bagaimana jumlah
rakaat shalat tarawih
dan witir?
C. Tujuan
·
Untuk mengetahui definisi shalat tarawih dan witir
·
Untuk mengetahui hukum shalat tarawih dan witir
·
Untuk mengetahui waktu pelaksanaan shalat tarawih dan witir
·
Untuk mengetahui
jumlah rakaat shalat tarawih
dan witir
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi
Shalat Tarawih Dan
Witir
1.
Shalat terawih dan definisinya
Secara umum
sholat di malam hari setelah sholat ‘Isya sampai subuh disebut Qiyamul Lail.
Didalam Al-Qur`an Al-Karim, Allah SWT berfirman :
$pkr'¯»t ã@ÏiB¨ßJø9$# ÇÊÈ ÉOè% @ø©9$# wÎ) WxÎ=s% ÇËÈ ÿ¼çmxÿóÁÏoR Írr& óÈà)R$# çm÷ZÏB ¸xÎ=s% ÇÌÈ ÷rr& ÷Î Ïmøn=tã È@Ïo?uur tb#uäöà)ø9$# ¸xÏ?ös? ÇÍÈ
“Hai orang yang
berselimut (Muhammad), bangunlah (untuk sholat) di malam hari,
kecuali sedikit (daripadanya), (yaitu) seperduanya atau
kurangilah dari seperdua itu sedikit, atau lebih dari
seperdua itu. Dan bacalah Al Qur'an itu dengan perlahan-lahan.” (QS.
Al-Muzzammil 73: 1-4)
Dan sholat di
malam hari juga disebut sholat Tahajjud. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman
:
z`ÏBur È@ø©9$# ô¤fygtFsù ¾ÏmÎ/ \'s#Ïù$tR y7©9 #Ó|¤tã br& y7sWyèö7t y7/u $YB$s)tB #YqßJøt¤C ÇÐÒÈ
“Dan pada sebahagian malam hari bertahajudlah kamu
sebagai suatu ibadah tambahan bagimu: mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke
tempat yang terpuji.”. (QS.
Al-Isra` 17: 79)
Tahajjud secara
bahasa adalah bermakna membuang tidur. Berkata Imam Ath-Thobary : “Tahajjud
adalah begadang setelah tidur” kemudian beliau membawakan beberapa nukilan dari ulama
Salaf tentang hal tersebut.
Adapun sholat
Tarawih, definisinya adalah Qiyamul Lail secara berjama’ah di malam Ramadhan. Menurut keterangan Al-Hafizh Ibnu Hajar dan Syaikh Ibnu
‘Utsaimin, dinamakan Tarawih yang dia merupakan kata jamak dari tarwihah yang
bermakna ditebalkan- dikarenakan pada awal kali pelaksanaannya orang-orang
memperpanjang berdiri, rukuk dan sujud, apabila telah selesai empat raka’at
dengan dua kali salam maka mereka beristirahat kemudian sholat empat raka’at
dengan dua kali salam lalu beristirahat kemudian sholat tiga raka’at
sebagaimana dalam hadits ‘Aisyah radhiyallahu‘anha riwayat Al-Bukhary dan
Muslim: “Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam tidaklah menambah pada (bulan)
Ramadhan dan tidak pula pada selain Ramadhan lebih dari sebelas raka'at. Beliau sholat empat (raka'at) jangan
kamu tanya tentang baiknya dan panjangnya, kemudian beliau sholat empat
(raka'at) jangan kamu tanya tentang baiknya dan panjangnya
kemudian beliau sholat tiga (raka'at)”.
Dan perlu
diketahui bahwa penamaan sholat lail di malam Ramadhan dengan nama Tarawih adalah
penamaan yang sudah lama dan di kenal dikalangan para Ulama tanpa ada yang mengingkari.
Perhatikan bagaimana Imam Al-Bukhary (Wafat tahun 256 H) dalam Shohih-nya menulis
kitab khusus dengan judul Kitab Sholat At-Tarawih dan demikian pula Muhammad
bin Nashr Al-Marwazy (Wafat tahun 294 H) dalam Mukhtashor
Qiyamul Lail. Demikian pula disebut oleh para Ulama
lainnya, abad demi abad tanpa ada yang mengingkarinya. Karena itu
alangkah sedikit pemahaman agama sebahagian orang di zaman ini yang mengingkari
penamaan sholat lail di malam Ramadhan dengan nama sholat Tarawih, dan lebih
menakjubkan lagi, ada sebahagian orang tanpa rasa malu menganggap bahwa sholat
Tarawih adalah bid’ah.[1]
2.
Shalat witir dan definisinya
Yang
dimaksud dengan shalat Witir, ialah shalat yang dikerjakan antara setelah
shalat Isyâ‘ hingga terbit fajar Subuh sebagai penutup shalat malam.
(shahih fiqih sunnah 1/381)
Dari abdulah bin umar r.a menuturkan bahwa ada seseorang
bertanya kepada nabi saw ketika beliau masih diatas mimbar. Orang tersebut bertanya,
Bagaimana pendapatmu tentang shalat malam? Nabi menjawab; dilakukan dua rakaat
dua rakaat. Jika salah seorang diantara kalian khawatir dengan datangnya waktu
shubuh, maka hendaknya dia shalat satu rakaat sehingga bisa mengganjilkan shalat
yang telah dikerjakannya.” Nabi juga bersabda, “jadikanlah akhir shalat kalian
pada malam hari adalah witir.” (HR Bukhari dalam ash shalat, 372).
‘Aisyah ra. Menuturkan bahwa pada setiap malam Rasulullah
saw mengerjakan shalat witir pada awal, pertengahan dan akhir malam. Shalat
witirnya berakhir hingga waktu sahur.” (HR Muslim dalam shalat a musafirin,
996)[2]
B.
Hukum Sholat Tarawih Dan Witir
A.
Hukum sholat tarawih
Berkata Imam
An-Nawawy dalam Al-Majmu’3/526: “Dan
sholat Tarawih adalah sunnah menurut kesepakatan para
‘ulama.” Lihat juga Syarah Muslim 6/38.
Dan berkata Ibnu
Rusyd dalam Bidayatul Mujtahid1/209 : “Dan (para ulama) sepakat bahwa Qiyam bulan
Ramadhan sangat dianjurkan lebih dari seluruh bulan.”
Berkata Ibnu
Qudamah dalam Al-Mughny2/601 : “Ia adalah sunnah muakkadah dan awal kali yang
menyunnahkannya adalah Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam.”
Dan Al-Mardawy
dalam Al-Inshof 2/180 juga memberi
pernyataan sama dalam madzhab Hanbaliyah namun beliau menyebutkan bahwa Ibnu
‘Aqil menghikayatkan dari Abu Bakr Al-Hanbaly akan wajibnya.
Tidaklah diragukan
bahwa sholat Tarawih adalah sunnah muakkadah berdasarkan dalil-dalil yang telah
disebut di atas.
Namun para ulama
berselisih pendapat tentang mana yang afdhol dalam pelaksanaan sholat Tarawih,
apakah dilakukan secara berjama’ah di masjid atau sendiriaan di rumah?. Ada dua
pendapat di kalangan para ulama :
1. Yang afdhol
adalah secara berjama’ah. Ini adalah pendapat Asy-Syafi’iy dan kebanyakan pengikutnya, Ahmad, Abu Hanifah, sebahagian
orang Malikiyah dan selainnya. Dan Ibnu Abi Syaibah menukil pelaksanaan secara
berjama’ah dari ‘Ali, Ibnu Mas’ud, Ubay
bin Ka’ab, Suwaid bin Ghafalah, Zadzan, Abul Bakhtary dan lain-lainnya.
Alasannya karena ini adalah sunnah Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam yang
dihidupkan oleh Umar dan para sahabat
radhiyallahu‘anhum dan sudah menjadi symbol agama yang nampak seperti sholat
‘Ied. Bahkan Ath-Thohawy berlebihan sehingga mengatakan bahwa sholat Tarawih secara berjama’ah adalah wajib
kifayah.
2. Sendirianlah yang
afdhol. Ini adalah pendapat Imam Malik, Abu Yusuf, sebagian orang-orang
Syafi’iyyah dan selainnya. Alasannya adalah hadits Rasulullah shollallahu
‘alaihi wasallam yang berbunyi : “Sesungguhnya sebaik-baik sholat seseorang
adalah dirumahnya kecuali sholat wajib.” [3]
B.
Hukum sholat witir
Menurut jumhur ulama sholat witir hukumnya adalah
sunnah muakkadah. Ini pendapat Imam Malik,
Asy-Syafi’iy, Ahmad, Ishaq dan lain-lainnya. Di sisi lain Abu Hanifah
berpendapat bahwa sholat witir hukumnya wajib. Mereka berdalilkan dengan
beberapa dalil, diantaranya hadits Buraidah
radhiyallahu‘anhu riwayat Abu Daud dan lain-lainnya, Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
“Witir adalah haq, siapa yang tidak witir maka bukanlah dari kami, witir adalah
haq, siapa yang tidak witir maka bukanlah dari kami, witir adalah haq, siapa
yang tidak witir maka bukanlah dari kami.”(Dihasankan oleh Syaikh Muqbil dalam
Al-Jami’ Ash-Shohih2/159)
Tarjih: Yang benar dalam masalah ini bahwa sholat witir
tidak wajib. Hal ini berdasarkan hadits Tholhah bin ‘Ubaidullah radhiyallahu‘anhu riwayat Al-Bukhary dan
Muslim , ketika Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam menyebutkan kewajiban
sholat lima waktu maka beliau di tanya, “Apakah ada kewajiban lain atasku” beliau
menjawab : “Tidak, kecuali hanya sekedar
sholat tathawwu’ (sholat sunnah).” Dan
juga akan diterangkan tentang sholat witirnya Nabi shollallahu ‘alaihi wa
‘alaalihi wa sallam di atas hewan tunggangannya padahal dimaklumi bahwa sholat
wajib tidaklah dilakukan di atas hewan tunggangan. Dan masih ada dalil-dalil
lain yang menunjukkan tidak wajibnya.[4]
C.
Waktu Sholat Tarawih Dan Witir
Waktu
pelaksanaanya adalah :
1)
Awal Waktu
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Al-Fatawa
23/119-220 : “Sunnah dalam sholat Tarawih dilaksanakan setelah sholat ‘Isya
sebagaimana yang telah disepakati oleh Salaf dan para Imam … dan tidaklah para
Imam melakukan sholat (Tarawih) kecuali setelah ‘Isya di masa Nabi shollallahu
‘alaihi wasallam dan dimasa para Khulafa` Ar-Rasyidin dan di atas hal ini para
Imam kaum muslimin…”
Dan berkata Ibnul Mundzir : “Ahlul ‘Ilmi telah sepakat
bahwa (waktu) antara sholat ‘Isya sampai terbitnya fajar adalah waktu untuk
witir.” Maka ukuran awal waktu pelaksanaan Qiyam adalah setelah sholat ‘Isya,
apakah sholat ‘Isyanya di awal waktu, pertengahan atau akhir waktunya. Dem
ikian pula -menurut keterangan Syaikh Ibnu ‘Utsaimin dan selainnya- boleh
dilaksanakan oleh seorang yang musafir bila ia telah menjamak taqdim waktu
‘Isya dengan waktu maghrib.
Hal ini berdasarkan hadits Abu Bashrah radhiyallahu‘anhu riwayat Ahmad dan
selainnya, Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Sesungguhnya Allah telah
menambahkan bagi kalian suatu sholat yaitu witir, maka laksanakanlah sholat itu
antara sholat ‘Isya sampai Subuh.” (Dishohihkan oleh Syaikh Al-Albany dalam Ash
Shohihah no. 108)
Dan dalam hadits Kharijah bin Hudzafah radhiyallahu‘anhu riwayat Abu Daud, At-Tarmidzy,
Ibnu Majah dan lain-lainnya, Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
“Sesungguhnya Allah ‘Azza waJalla telah menganugerahi kalian suatu sholat yang
lebih baik bagi kalian dari onta merah, yaitu sholat witir. (Allah) telah
menjadikannya untuk kalian antara ‘Isya sampai terbitnya fajar”. (Dishohih kan oleh Syaikh Al-Albany
dalam Al-Irwa`no. 423 dengan seluruh
jalan-jalannya. Baca juga Fathul Bari
karya Ibnu Rajab 6/235) Ada satu sisi pendapat lemah dikalangan pengikut
madzhab Syafi’iyyah dan juga fatwa sebahagian dari orang-orang belakangan dari
kalangan Hanbaliyah menyatakan bolehnya melakukan witir sebelum pelaksanaan
‘Isya. Tentunya itu adalah pendapat yang sangat lemah, bahkan Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyah berkata : “Siapa yang melakukannya sebelum ‘Isya maka ia telah
menempuh jalan para pengikut bid’ah yang menyelisihi sunnah”.
Namun para ulama berselisih pendapat tentang orang yang sholat witir sebelum Isya dalam keadaan
lupa atau ia menyangka telah melaksanakan sholat ‘Isya, apakah witirnya diulang
kembali atau tidak?. Ada dua pendapat di kalangan para ulama tentang masalah
ini :
1. Pendapat
pertama: Diulangi kembali. Ini adalah pendapat jumhur ulama seperti Al Auza’iy,
Malik, Asy-Syafi’iy, Ahmad, Abu Yusuf, Muhammad dan lain-lainnya.
2. Pendapat kedua
: Tidak diulangi. Ini pendapat Sufyan Ats-Tsaury dan Abu Hanifah. Dan tidak
diragukan lagi bahwa yang kuat adalah pendapat pertama berdasarkan dalil-dalil
yang telah disebutkan.[5]
2)
Akhir Waktu (Waktu Terakhir)
Dari Sholat Lail (Tarawih) Para ulama sepakat bahwa
seluruh malam sampai terbitnya fajar adalah waktu pelaksanaan witir. Namun ada
perselisihan pada batasan akhir waktu witir, ada beberapa pendapat dikalangan
para ulama :
Satu : Akhir waktunya sampai terbit fajar. Ini adalah
pendapat Sa’id bin Jubair, Makhul, ‘Atho`, An-Nakha’iy, Ats-Tsaury, Abu Hanifah
dan riwayat yang paling masyhur
dari Asy-Syafi’iy dan Ahmad. Dan diriwayatkan pula dari ‘Umar, Ibnu
‘Umar, Abu Musa dan Abu Darda`
radhiyallahuanhum.
Dua : Akhir
waktunya sepanjang belum sholat subuh. Ini adalah pendapat Al-Qosim bin
Muhammad, Malik, Asy-Syafi’iy -dalam madzhabnya yang terdahulu dan salah satu
riwayat dari Ahmad. Dan juga merupakan pendapat Ishaq bin Rahawaih, Abu Tsaur
dan lain-lainnya. Dan diriwayatkan pula dari ‘Ali, Ibnu Mas’ud, ‘Uba dah bin
Shomit, Hudzaifah dan lain-lainnya.
Tarjih: Yang kuat adalah pendapat pertama, karena dua
hadits yang telah berlalu penyebutannya di atas sangatlah tegas menunjukkan
bahwa akhir waktunya adalah sampai terbitnya fajar subuh. Dan juga dalam hadits
Ibnu ‘Umar radhiyallahu‘anhuma riwayat
Muslim, Rasulullah shollallahu ‘alaihi
wasallam ketika ditanya tentang kaifiyat
sholat lail beliau bersabda : “(Sholat malam) dua dua, apabila engkau khawatir
(masuk) waktu subuh maka sholatlah satu raka’at dan jadikan akhir sholatmu
witir”[6]
D. Jumlah Raka’at Sholat Tarawih Dan Witir
·
Jumlah raka’at
sholat tarawih
Berkata Ibnu ‘Abdil Barr dalam Al-Istidzkar 2/99 :
“Dan para Ulama telah sepakat bahwa tidak ada batasan dan tidak ada ukuran
tertentu dalam sholat lail dan ia adalah sholat nafilah (sunnah). Siapa yang
berkehendak maka ia dapat memperpanjang berdiri dan mengurangi raka’at, dan
siapa yang berkehendak maka ia dapat memperbanyak ruku’ dan sujud.”
Terdapat perselisihan pendapat di kalangan para
ulama tentang jumlah raka’at sholat Tarawih. Menurut Abu Hanifah, Ats-Tsaury,
Asy-Syafi’iy, Ahmad dan lain-lainnya bahwa jumlah raka’at sholat Tarawih tanpa
witir adalah 20 raka’at. Dan pendapat ini oleh Al-Qhody ‘Iyadh dan selainnya
disandarkan kepada pendapat Jumhur Ulama. Disisi lain Imam Malik berpendapat
bahwa jumlah raka’at sholat Tarawih adalah 36 raka’at. Dan Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah dalam Al-Fatawa 23/112-113 menyebutkan bahwa Imam Ahmad memberi nash
bahwa 20, 36 (tanpa witir), 11 dan 13 (dengan witir) semuanya adalah bagus.
Tarjih: Dalam hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha
riwayat Al-Bukhary dan Muslim, beliau berkata : “Tidaklah Rasulullah shollallahu
‘alaihi wasallam menambah dalam Ramadhan dan tidak
(pula) pada yang lannya melebihi 11 raka’at”
Dan juga dalam hadits 'Aisyah radhiyallahu‘anha
riwayat Muslim, beliau berkata : “Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam
sholat antara selesainya dari sholat isya` sampai sholat fajr (sholat subuh)
sebelas raka'at, Beliau salam setiap dua raka'at dan witir dengan satu
raka'at”.
Dan juga disebutkan jumlah 13 raka’at dalam hadits
Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma riwayat Al-Bukhary dan Muslim, beliau berkata
: “Adalah Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam sholat di malam hari 13
raka’at”
Dan dalam hadits Zaid bin Kholid Al-Juhany
radhiyallahu ‘anhu riwayat Muslim, beliau berkata : “Sungguh saya akan
mengamati sholat Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam
di malam hari maka beliau sholat dua raka'at ringan kemudian beliau sholat dua
raka'at panjang, panjang, panjang sekali kemudian beliau sholat dua raka'at
lebih pendek dari dua raka'at sebelumnya kemudian beliau sholat dua raka'at dan
keduanya lebih pendek dari dua raka'at sebelumnya kemudian beliau sholat dua
raka'at dan keduanya lebih pendek dari dua raka'at sebelumnya kemudian beliau
sholat dua raka'at dan keduanya lebih pendek dari dua raka'at sebelumnya
kemudian beliau berwitir maka itu (jumlahnya) tiga belas raka'at”.
Berkata Ibnu ‘Abdil Barr : “Kebanyakan atsar menunjukkan
bahwa sholat beliau adalah 11 raka’at dan diriwayatkan juga 13 raka’at.”
Namun 11 dan 13 raka’at ini bukanlah pembatasan. Dan
siapa yang ingin sholat lebih dari itu maka tidaklah mengapa berdasarkan hadits
‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma riwayat Al-Bukhary dan Muslim,
Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Sholat malam dua-dua,
apabila engkau khawatir (masuknya) waktu shubuh maka (hendaknya) ia sholat
witir satu raka'at maka menjadi witirlah sholat yang telah ia lakukan".
Demikian pendapat yang dikuatkan oleh Al-Lajnah
Ad-Da`imah yang diketuai oleh Syaikh Ibnu Baz dan juga merupakan pendapat
Syaikh Ibnu ‘Utsaimin, Syaikh Muqbil dan lain-lainnya. Adapun Syaikh Al-Albany
beliau berpendapat akan wajibnya terbatas pada 11 atau 13 raka’at.
Dan Syaikh Al-Albany dalam Sholatut Tarawih hal.
19-21 (Cet. Kedua) menjelaskan dengan lengkap bahwa hadits yang mengatakan
bahwa Nabi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam melakukan sholat Tarawih
20 raka’at adalah hadits yang lemah sekali. Dan di hal. 48-56, Syaikh Al-Albany
menegaskan lemahnya penisbatan pelaksanaan 20 raka’at pada ‘Umar bin Khoththob
disertai dengan nukilan pelemahan dari beberapa Imam dan beliau sebutkan bahwa
yang benar dari ‘Umar adalah pelaksanaan 11 raka’at. Dan di hal. 65-71, beliau
menerangkan bahwa tidak ada nukilan yang syah dari seorang shahabatpun tentang
pelaksanaan Tarawih 20 raka’at. Dan di hal. 72-74, beliau membantah sangkaan
sebagian orang yang mengatakan bahwa syari’at sholat Tarawih 20 raka’at
merupakan kesepakatan para ulama.[7]
·
Jumlah raka’at
sholat witir
Ada beberapa hadits yang menjelaskan tentang jumlah
raka’at sholat witir Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam, diantaranya
adalah :
Dari ‘Abdullah bin Abi Qais radhiyallahu‘anhu,
beliau berkata : “Saya berkata kepada ‘Aisyah : “Berapa kebiasaan Rasulullah shollallahu
‘alaihi wasallam melakukan witir?,” beliau menjawab : “Adalah beliau melakukan
witir dengan empat dan tiga, dengan enam dan tiga, dengan delapan dan tiga dan
dengan sepuluh dan tiga, tidaklah pernah beliau melakukan witir kurang dari
tujuh dan tidak (pula) lebih dari tiga belas”.” (Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu
Daud, Ath-Thohawy, Al-Baihaqy dan lain-lainnya. Sanadnya Jayyid menurut Syaikh
Al-Albany dalam Sholatut Tarawih hal. 83-84 (Cet. Kedua) dan dihasankan oleh
Syaikh Muqbil dalam Al-Jami’ Ash-Shohih 2/162-163)
Dan dari Abu Ayyub Al-Anshory radhiyallahu‘anhu
riwayat Abu Daud, An-Nasa`i, Ibnu Majah dan lain-lainnya, Rasulullah shollallahu
‘alaihi wasallam bersabda : “Witir adalah haq atas setiap muslim, maka siapa
yang suka untuk witir dengan 5 (raka’at) maka hendaknya ia kerjakan, siapa yang
suka untuk witir dengan 3 (raka’at) maka hendaknya ia kerjakan dan siapa yang
suka untuk witir dengan 1 (raka’at) maka hendaknya ia kerjakan.” (Dishohihkan
oleh Syaikh Al-Albany dalam Sholatut Tarawih hal. 84 (Cet. Kedua) dan dihasankan
oleh Syaikh Muqbil dalam Al-Jami’ Ash-Shohih 2/163. Dan Ibnu Rajab dalam Fathul
Bari menyebutkan bahwa Abu Hatim, An-Nasa`i, Al-Atsram dan lain-lainnya menguatkan
riwayat hadits ini secara mauquf.)
Dari dua hadits di atas dan beberapa hadits yang
akan datang diketahui bahwa pelaksanaan witir Nabi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala
alihi wa sallam tidaklah kurang dari 7 raka’at dan tidak lebih dari 13 raka’at,
dan beliau juga memberi tuntunan bolehnya witir dengan 5, 3, dan 1 raka’at. Dan
pelaksanaan witir 1 raka’at adalah boleh menurut jumhur Ulama dari kalangan
Shahabat, Tabi’in dan para Imam yang mengikuti mereka dengan baik.
Adapun bentuk pelaksanaannya adalah sebagai berikut
:
ü
Bila witirnya 11
dan 13 raka’at maka dengan cara salam untuk setiap dua raka’at dan ditambah
satu raka’at.
ü
Bila witirnya 9
raka’at maka dengan cara dua kali tasyahhud, yaitu tasyahhud pada raka’at kedelapan
tanpa salam kemudian berdiri ke raka’at sembilan tasyahhud kemudian salam.
ü
Bila witirnya 7
raka’at maka boleh tidak tasyahhud kecuali di akhir kemudian salam, dan juga boleh
tasyahhud pada raka’at keenam tanpa salam lalu melanjutkan raka’at ketujuh kemudian
tasyahhud dan salam.
ü
Bila witirnya 5
raka’at maka tidak tasyahhud kecuali di akhirnya kemudian salam.
ü
Bila witirnya 3
raka’at maka boleh dua cara dengan ketentuan tidak menyerupai sholat maghrib
menurut pendapat yang paling kuat, yaitu: Melakukan 3 raka’at sekaligus dengan
sekali tasyahhud dan salam. Melakukan 2 raka’at lalu salam kemudian berdiri
lagi 1 raka’at lalu salam.
ü
Bila witirnya
dengan 1 raka’at maka tentunya dengan satu kali salam.
Masalah jumlah raka’at witir ini telah diterangkan oleh Ibnu Rajab
secara meluas dan mendetail lengkap dengan uraian perbedaan pendapat para
Ulama. Dan kesimpulan ringkas di atas adalah kesimpulan dari keterangan Syaikh
Ibnu ‘Utsaimin dalam masalah ini.[8]
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
- Definisi sholat
Tarawih adalah Qiyamul Lail secara berjama’ah di malam Ramadhan. Yang dimaksud dengan shalat
Witir, ialah shalat yang dikerjakan antara setelah shalat Isyâ‘ hingga
terbit fajar Subuh sebagai penutup shalat malam.
(shahih fiqih sunnah 1/381)
- Berkata Imam An-Nawawy dalam
Al-Majmu’3/526: “Dan sholat
Tarawih adalah sunnah menurut
kesepakatan para ‘ulama.” Lihat juga Syarah Muslim 6/38. Menurut jumhur ulama sholat
witir hukumnya adalah sunnah
muakkadah. Ini pendapat Imam Malik, Asy-Syafi’iy, Ahmad, Ishaq dan
lain-lainnya.
- Dalam pelaksanaannya ada dua waktu; diawal waktu dan diakhir waktu. Sholat
Tarawih dilaksanakan setelah sholat ‘Isya sebagaimana yang telah
disepakati oleh Salaf dan para Imam …dan Para ulama sepakat bahwa seluruh
malam sampai terbitnya fajar adalah waktu pelaksanaan witir.
- Berkata Ibnu ‘Abdil Barr : “Kebanyakan atsar menunjukkan bahwa sholat
beliau adalah 11 raka’at dan diriwayatkan juga 13 raka’at (dengan witir).”
Daftar
pustaka
Al-qur’an dan terjemahnya, Departemen agama RI.
Sunusi A l-Atsary, Dzulqarnain Bin Muhammad, Tuntunan Qiyamul
Lail Dan Sholat Tarawih (Majalah An Nashihah Vol. 7, 1425/2008)
Syaikh Al Maqdisi, Abdul Ghani, Umdatul Ahkam (Riyadh:
Dar Ibnu Khuzaimah 1420 H)
[1] Dzulqarnain Bin Muhammad Sunusi A l-Atsary Tuntunan Qiyamul
Lail Dan Sholat Tarawih (Majalah An Nashihah Vol. 7, 1425/2008), 1
[3] Dzulqarnain
Bin Muhammad Sunusi A l-A tsary Tuntunan Qiyamul Lail Dan Sholat Tarawih
(Majalah
An-Nashihah Vol. 7, 1425/2008),
5-6
[5] Ibid,6-7
[6] Ibid, 7
[7] Ibid, 9-10
No comments:
Post a Comment
silahkan berkomentar sebagai saran dan kritik, terimakasih